Ketika Sumpah Menjadi Sampah
Oleh Abi SabilaMerpati tak pernah ingkar janji, begitu sebuah ungkapan akrab di indra pendengaran meskipun jujur sampai saat ini saya tidak tahu pasti kebenarannya, sejak kapan dan bagaimana awal mula hingga muncul ungkapan semacam ini. Juga mengapa merpati yang dipilih, tidak adakah makhluk lain yang lebih bisa menepati janji dibandingkan merpati?. Manusia misalnya? Atau barangkali manusia malah dianggap sebagai makhluk yang paling sulit menepati janji? Manusia yang berjanji, manusia pula yang mengingkari. Tidak semua, tapi juga tidak bisa dibantah sepenuhnya.
Betapa banyak pemimpin negeri ini yang mengobral janji pada saat kampanye, namun ingkar setelah mendapatkan apa yang diincarnya. Betapa banyak pejabat yang mengangkat sumpah bahwa ia akan mengutamakan kepentingan rakyat, tapi kenyataannya hanya kepentingan pribadi dan rakyat satu ataplah yang diutamakannya. Tidak semua, tapi memang ada. Rakyat mungkin tak bisa memberikan data lengkapnya, tapi sangat merasakan akibatnya.
Janji tinggal janji, hanya sebatas mimpi. Sumpah tinggal sumpah, tak lebih dari sekedar sampah.
Dalam kehidupan bernegara, kita mengenal adanya Sumpah Pemuda. Sebuah tekad dan cita-cita mulia untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta. Sumpah berisi tiga point penting yang mampu menumbuhkan semangat juang bagi para pemuda pembela tanah air kala itu. Delapan puluh dua tahun sudah sumpah itu diucapkan. Sebuah cita-cita mulia mempersatukan beraneka ragam perbedaan menjadi satu kesatuan, bukan menjadikan satu hal sebagai pemicu perpecahan. Bagaimanakah sumpah – keinginan – mulia itu, adakah kini telah terwujud menjadi kenyataan ataukah sekedar selogan yang hanya cukup untuk dikenang, tak perlu lagi diperjuangkan kemudian tercampak bagaikan sampah dan tak lagi dipandang sebelah mata?
Sumpah Pemuda memang diucapkan oleh tokoh-tokoh pejuang bangsa kala itu, bukan pemuda masa kini. Meski diucapkan oleh mereka, tapi tujuan yang ingin mereka capai sangatlah mulia dan untuk masa yang akan datang ( masa kini dan nanti ), jauh setelah kehidupan mereka. Sangat tidak beralasan jika kita selaku generasi muda masa kini merasa tidak berkepentingan dan bertanggungjawab dengan cita-cita mereka yang tertuang dalam Sumpah Pemuda. Kita berbangsa satu, hidup di tanah air yang satu dan menggunakan bahasa yang satu, mengapa memilih bercerai berai dibandingkan bersatu? Jika kita satu kesatuan, mengapa kita hanya memikirkan dan mementingkan pribadi atau kelompok sendiri-sendiri?
Sumpah Pemuda dulu berbeda dengan sumpah para pemuda dan pemudi masa kini. Itu kenyataannya, dalam pergaulan, dalam beragama, bermasayarakat, berbangsa dan bernegara sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Berapa banyak pemudi hancur karena sumpah para pemuda. Berapa banyak pemuda rusak karena sumpah dan janjinya. Janji dan sumpah masa kini tak lebih sebagai sebuah cara untuk meraih apa yang diinginkannya. Asal hasrat tercapai, apa susahnya mengucap janji dan sumpah. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka bahwa janji dan sumpah yang diucapkan bakal diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Tidak semua, tapi kita mudah menemukan contoh nyatanya. Astagfirulloh!
Beribu janji melambung tinggi, sedikit sekali yang ditepati. Aneka sumpah terucap setiap saat, namun hanya menumpuk bagaikan sampah. Jika sadar akan bahaya sumpah dan janji yang tak ditepati, rasanya kita akan berpikir berulang kali sebelum membuat janji dan sumpah. Begitu menakutkan ancaman Allah terhadap pelanggar janji dan sumpah.
“Mereka jadikan surnpah-sumpah rnereka jadi perisai, lalu mereka halangi dari jalan Allah; maka untuk mereka adalah azab yang sangat menghinakan”( QS 58:16 )
Setiap yang terucap membawa konsekuensi. Janji adalah hutang yang harus dibayar. Begitupun sumpah, bukanlah permainan kata-kata yang bisa diucapkan kapan saja, dimana saja dan untuk kepentingan apa saja. Ingatlah sabda rosululloh tentang orang munafik, salah satu tandanya adalah ingkar janji.
"Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan ancaman bagi orang munafik sangatlah menakutkan, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat An Nisa, ayat 145:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka"
Semoga kita lebih bijak dan berhati-hati sebelum membuat janji dan mengangkat sumpah. Masih dengan semangat Sumpah Pemuda, mari kita teruskan perjuangan dan cita-cita pejuang bangsa dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan. Insya Allah.
abisabila@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar