Allah SWT berfirman:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al Maidah 49-50).
Tafsir
As Shaabuni dalam tafsirnya Shafwatut Tafaasiir Juz 1/320 mengatakan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada rasulullah saw. agar menghukum perkara di antara Ahli Kitab dengan Al Quran dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka yang palsu. Dan waspadalah terhadap musuh-musuh yang akan memalingkan beliau saw. dari syariat Allah SWT. Sebab mereka itu adalah para pendusta, kafir dan pengkhianat. Kalau mereka berpaling dari hukum yang diturunkan Allah dan menghendaki hukum yang lain, maka beritahukanlah wahai Muhammad bahwa Allah hanya menghendaki akan memberikan hukuman kepada mereka lantaran sebagian kejahahatan yang mereka lakukan. Dan kebanyakan manusia keluar dari ketaatan kepada Tuhan mereka dan menyalahi kebenaran serta bergelimang kemaksiatan. Dalam ayat kelima puluh Allah SWT membuat pertanyaan yang bersifat menolak (al istifham al inkaari) dan memburukkan perilaku mereka, maknanya: apakah mereka berpaling dari keputusanmu, wahai Muhammad, dan mencari hukum selain Allah padahal hukum itu adalah hukum jahiliyah? Bagi kaum yang membenarkan keberadaan dan kekuasaan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana, hukum mana yang lebih adil daripada hukum Allah, hukum mana yang lebih benar penjelasannya daripada hukum Allah, dan hukum mana yang lebih tepat dalam keputusannya daripada hukum Allah?
Ibnu Abbas r.a. dalam tafsirnya menerangkan bahwa perintah tersebut berupa putuskanlah perkara di antara mereka, yakni yahudi Bani Quraizhah, Bani Nadlir, dan yahudi Khaibar, dengan hukum yang dijelaskan oleh Allah dalam Al Quran. Dan janganlah engkau, wahai Muhammad saw., mengikuti hawa nafsu mereka dengan menrapkan jilid dan meninggalkan rajam. Dan janganlah merasa aman bahwa mereka tidak akan menyelewengkanmu dari sebagian hukum yang diturunkan Allah kepadamu di dalam Al Quran, yakni hukum rajam. Jika mereka menolak hukum rajam dan hukum qishash yang engkau putuskan atas mereka, maka beritahukanlah bahwa Allah hendak menyiksa mereka atas seluruh dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan ahli Kitab itu fasik, yakni kafir dan menentang. Apakah hukum mereka di dalam system jahiliyah yang hendak mereka minta kepadamu dari Al Quran wahai Muhammaad? Keputusan hukum mana yang lebih baik daripada keputusan hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini kebenaran Al Quran?
Dalam tafsir Al Wajiz dijelaskan tentang sebab turunnya ayat tersebut (sabab nuzul). Yakni ayat tersebut turun ketika para pemuka Yahudi berembuk lalu mengutus sebagian untuk menemui Nabi Muhammad saw. Mereka berkata kepada sesama mereka barangkali kita bisa memfitnahi atau memalingkan dia dari hukum yang dia bawa. Maka mereka mendatangi rasulullah saw. dan berkata: “Engkau tahu bahwa jika kami mengikutimu pasti orang-orang akan mengikutimu. Dan kami punya sengketa. Maka putuskanlah perkara itu untuk kemenangan kami atas lawan-lawan kami. Jika engkau memutuskan hal itu, maka kami akan beriman kepadamu. Rasulullah saw. menolak permintaan mereka tersebut. Lalu Allah SWT menurunkan firman-Nya:
{ فإن تولوا فاعلم أنما يريد الله أن يصيبهم ببعض ذنوبهم }
jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. (QS. Al maidah 49).
Artinya, jika mereka berpaling dari iman dan berhukum dengan Al Quran, maka ketahuilah bahwa hal itu menjadi sebab Allah SWT berkehendak mempercepat hukuman untuk mereka di dunia lantara sebagian dosa-dosa mereka. Dan Allah akan membalas perbuatan mereka semuanya di akhirat. Adapun hukuman untuk mereka di dunia adalah pengusiran dan pengasingan. Dan sesungguhnya orang-orang yahudi itu kebanyakan mereka adalah fasik. Apakah orang-orang Yahudi itu hendak mencari hukum yang tidak diperintahkan Allah sebagaimana yang dilakukan oleh kaum jahiliyah, padahal mereka adalah ahlul kitab? Siapa saja yang yakin kepada Allah pasti menjadi jelas baginya keadilan hukum Allah SWT.
Kesimpulan
Dari uraian tafsir di atas bisa kita simpulkan beberapa pelajaran sebagai berikut:
Rasulullah saw. diperintahkan oleh Allah SWT untuk memutuskan perkara dengan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT, yakni yang terdapat dalam Al Quran dan as Sunnah. Hukum dalam Al Quran, sebagaimana diterangkan dalam ayat sebelumnya (QS. Al Maidah 48) adalah menjadi batu ujian bagi hukum-hukum Allah SWT yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya. Yakni Al Quran sebagai tolok ukur untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya. Bukan sebaliknya.
Rasulullah saw. dilarang mengikuti keinginan hawa nafsu para pemimpin Yahudi serta diperingatkan oleh Allah agar mewaspadai fitnah Yahudi yang hendak memalingkan beliau saw. dari hukum Allah SWT yang diturunkan kepada beliau saw., yakni agar memenangkan perkara mereka dengan iming-iming keimanan dan loyalitas serta pengaruh yang akan mereka berikan bila memutuskan perkara untuk kemenangan mereka.
Rasulullah saw. diminta untuk menyampaikan ancaman Allah SWT kepada kaum Yahudi bilamana mereka menentang hukum Allah yang disampaikan oleh rasulullah saw. dalam memutuskan perkara persengketaan mereka.
Rasulullah saw. diberitahu oleh Allah SWT bahwa kebanyakan kaum Yahudi itu fasik, ingkar, dan kafir terhadap ayat-ayat dan hukum syariat Allah.
Allah mencap mereka sebagai tidak layak sebagai ahlul Kitab karena perilaku mereka justru seperti ahlul Jahiliyah, yakni mencari hukum jahiliyah (semua hukum selain hukum Allah) dan menolak hukum Allah SWT yang terdapat dalam Kitabullah.
Kewajiban memutuskan perkara dalam perintah (khithab) Allah SWT kepada rasulullah saw. dalam ayat tersebut adalah berlaku kepada seluruh umatnya, yakni mereka yang mendapatkan wewenang memutuskan perkara. Dalam hal ini berlaku kaidah: Khithabur Rasul khithab liummatih maalam yarid dalilut takhshiis. Artinya, seruan kepada rasulullah saw. adalah seruan kepada umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa perintah itu khusus hanya untuk beliau saw.
Perintah untuk menegakkan hukum Allah SWT dan memutuskan perkara diantara manusia, yakni kaum Yahudi dengan hukum syariat Allah menunjukkan bahwa hukum syariat Allah SWT itu diterapkan untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk umat Islam.
Perintah untuk menegakkan hukum Allah SWT dan memutuskan perkara di antara manusia dengan hukum syariat Allah membutuhkan kekuasaan pemerintahan yang memberi wewenang kepada para hakim (qadli) untuk menegakkan hukum syariat atas berbagai perkara persengketaan yang dihadapkan kepadanya. Oleh karena itu, adanya pemerintahan yang menerapkan syariat Islam dan mengangkat hakim yang cakap untuk memutuskan perkara dengan hukum syariat Allah menjadi wajib berdasarkan kaidah : Maa laa yatimmul wajib illa bihi fahuwa waajib. Sesuatu yang suatu kewajiban tidak bisa dilaksanakan secara sempurna kecuali dengannya maka sesuatu itu menjadi wajib hukumnya.
Wallahua’lam bisshawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar