Jumat 1 Juni 2012 seolah menjadi hari 'amarah' bagi sebagian aktivis Islam di Indonesia. Di jejaring sosial seperti facebook dan twitter, tak henti-hentinya mereka mengkritik dan menghela nafas sembari mengucapkan istighfar. Mengapa?, karena pada Jumat itu ada seorang tokoh puncak organisasi Islam yang mengeluarkan beberapa pernyataan kontroversial yang bagi sebagian orang sangat menyakitkan.
Saat memberi sambutan peringatan hari Pancasila 1 Juni di Gedung MPR RI/DPR RI, Jakarta, Jumat, (1/6/2012), KH Said Aqil Siradj menyatakan tidak boleh ada lagi aspirasi negara Islam.
Dalam acara itu hadir antara lain mantan presiden dan wapres antara lain mantan Presiden RI BJ, Habibie dan Megawati Soekarno Putri, Try Sutrisno, Hj. Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid (istri Gus Dur), Hamza Haz, Jusuf Kalla serta pimpinan lembaga negara lainnya. Sementara Presiden SBY diwakili oleh Wapres Boediono, dan Ketua MPR RI Taufiq Kiemas sendiri tidak bisa hadir, karena sedang sakit, kena virus demam berdarah.
Berikut teks lengkap pidato KH Said Aqil Siradj dalam acara tersebut, yang dimuat secara lengkap oleh situs resmi Nahdlatul Ulama, www.nu.or.id.
Pidato Ketua Umum PBNU, Pada Peringatan Hari Lahir Pancasila
“MENEGAKKAN KEMBALI PANCASILA”
Oleh: Dr. KH Said Aqil Siroj
Sumpah Pemuda 1928 yang terdiri dari Satu Nusa (Negara), Satu Bangsa dan Satu Bahasa: Indonesia, telah menegaskan menjadi satu kesatuan politik dan kebangsaan yang solid. Maka ditemukan dan dirumuskannya Pancasila 1 Juni 1945 merupakan tonggak bersejarah kedua yang menandai lahirnya negara Republik Indonesia. Pancasila merupakan penemuan paling penting dan paling mendasar bangsa Indonesia dalam memberikan landasan bagi hidup bermasyarakat dan bernegara. Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi lebih dari itu Pancasila merupakan falsafah hidup bagi seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia.
Peringatan hari lahir Pancasila ini merupakan momentum penting untuk penegasan kembali komitmen kita pada Pancasila. Penegasan Pancasila ini merupakan langkah strategis, karena dengan sendirinya merupakan penegasan pada UUD 1945 dan komitmen untuk menjaga keutuhan NKRI baik secara geografis, secara politik, secara ekonomi dan secara budaya. Penegasan Pancasila juga merupakan penegasan untuk menjaga semangat Bhinneka Tungal Ika sebagai pilar bangsa ini. Untuk itu dalam kesempatan ini, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan:
Pertama saya ingin menegaskan: Bahwa Pancasila jangan hanya dipahami secara instrumental, sebagai alat pemersatu bangsa belaka. Tetapi lebih dari itu Pancasila harus dipahami secara substansi, sebagai sumber tata nilai, yang merupakan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, sehingga perlu terus-menerus dihayati dan dirujuk dalam setiap menata kehidupan. Banyaknya Konvensi Internasional, baik yang sudah diratifikasi maupun belum diratifikasi oleh Pemerintah RI, sama sekali tidak boleh menggeser sedikitpun kedudukan Pancasila sebagai sumber tertinggi hukum dan tata nilai bangsa Indonesia.
Kedua, saya mengingatkan: Bahwa untuk mengatasi ikhtilaf atau polemik mengenai hari lahir Pancasila yang sengaja dimunculkan kembali belakangan ini, sangat membahayakan karena pengaburan sejarah Pancasila ini akan mengarah pada pengaburan nilai dan ideologi Pancasila. Dalam hal ini para Pimpinan Lembaga Tinggi Negara terutama Pemerintah harus tegas berketetapan bahwa Pancasila lahir 1 Juni 1945. Ini dinyatakan oleh penggalinya sendiri yaitu Bung Karno, serta dibenarkan Para Ulama seperti KH Wahab Hasbullah dan KH Saifuddin Zuhri. Dengan penegasan ini diharapkan tidak akan terjadi penggeseran terhadap sejarah dan status Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Ketiga, saya perlu menegaskan pendirian kami: Bahwa Bagi NU, sebagaimana dirumuskan dalam Munas Situbondo 1983 bahwa Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai akidah, syariah dan akhlaq Islam Ahlusunnah wal Jamaah, maka pengamalan Pancasila dengan sendirinya telah merupakan pelaksanaan syariat Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Oleh sebab itu, pada Muktamar Ke-27 di Asembagus Situbondo pada 1984, NU tak ragu menegaskan bahwa Pancasila merupakan hasil final perjuangan umat Islam. Suatu keputusan monumental yang meneguhkan Pancasila sebagai ideology Negara dan falsafah bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari sikap politik tersebut maka NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya secara murni dan konsekwen oleh semua pihak. Dengan demikian tidak perlu ada aspirasi untuk mendirikan negara Islam, karena nilai-nilai dan aspirasi Islam telah diejawantahkan dalam Pancasila.
Keempat: Bahwa mengingat pentingnya Pancasila ini dan mengingat keputusan yang telah ditetapakan oleh para pendiri bangsa ini yang mewakili seluruh elemen masyarakat, elemen agama dan elemen golongan, sebagai dasar dan falsafah dalam bernegara, maka siapa saja dan organisasi apa saja yang terang-terangan bertentangan, apalagi melawan ideologi Pancasila, haruslah ditetapkan sebagai organisasi kriminal bahkan subversif yang tidak boleh leluasa hidup mengembangkan ajarannya di negara Pancasila ini.
Kelima: Untuk menjaga posisi Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara dan merupakan sumber hukum tertinggi, maka segala bentuk hukum dan perundang-undangan yang ada di Republik Indonesia baik UUD 1945 ataupun undang-undang lainnya haruslah merujuk pada Pancasila. Segala bentuk hukum yang tidak sejalan dengan Pancasila apalagi bertentangan, maka harus dinyatakan batal demi hukum itu sendiri karena berlawanan norma dasar kita bernegara. Saat ini banyak hukum dan Undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila karena itu harus segera direview karena ini jelas-jelas telah merugikan bangsa ini, merusak negara, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Padahal jelas tujuan Pancasila adalah untuk menciptakan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan penegasan ini diharapkan Pancasila kembali ditempatkan pada posisinya semula yaitu: sebagai dasar dan ideologi negara serta falsafat bagi seluruh masyarakat dan bangsa, sehingga akan melahirkan masyarakat Pancasila yang hidup guyub bergotong royong, bersatu padu dalam membangun bangsa dan Negara Indonesia. Dalam konteks itu saya tidak ragu lagi, sistem kemasyarakatan dan nilai-nilai hidup kekeluargaan sebagaimana diajarkan dalam Pancasila itulah yang semestinya diterapkan saat ini untuk mengembalikan solidaritas sosial dan untuk menghindarkan terjadinya berbagai konflik kepentingan yang sangat tajam berkembang di masyarakat kita dewasa ini. Jamainan kerukunan sosial dan keamanan nasional merupakan prasyarat bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang dicita-citakan Pancasila.
Jakarta, 1 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar