Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf 7:96) Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS Al Isra’ 17:16) Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa (QS Al An’am 6:44).

27 Mei 2015

Seputar Hukum Cincin Dari Batu Akik

image

Letak Cincin di Jari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu , ia berkata:

ﻛَﺎﻥَ ﺧَﺎﺗِﻢُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ. ﻭَﺃَﺷَﺎﺭَ ﺇِﻟَﻰ 

ﺍﻟْﺨِﻨْﺼَﺮِ ﻣِﻦْ ﻳَﺪِﻩِ ﺍﻟْﻴُﺴْﺮَﻯ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengenakan cincin di sini.” Anas berisyarat pada jari kelingking di tangan sebelah kiri. (HR. Muslim no. 2095).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang sesuai sunnah, cincin pria diletakkan di jari kelingking. Sedangkan untuk wanita, cincin tersebut diletakkan di jari mana saja.” ( Syarh Shahih Muslim, 14: 65).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan juga memakai cincin batu akik.

ﻛَﺎﻥَ ﺧَﺎﺗَﻢُ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦْ ﻭَﺭِﻕٍ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓَﺼُّﻪُ ﺣَﺒَﺸِﻴًّﺎ



Cincin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbuat dari perak dan mata cincinnya adalah batu dari Etiopia. (HR. Muslim)

Imam Nawawi menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa yang dimaksud dengan batu dari Etiophia tersebut adalah batu akik.
Hukum Memakai Cincin dari Selain Perak Dan Berlebihan Mahal 

Sahabat Buraidah bin Hashib Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, Ada seseorang yang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara dia memakai cincin dari tembaga. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
 ﻣَﺎ ﻟِﻰ ﺃَﺟِﺪُ ﻣِﻨْﻚَ ﺭِﻳﺢَ ﺍﻷَﺻْﻨَﺎﻡِ

“Saya tidak ingin melihat benda berbau berhala.”
Kemudian orang inipun membuangnya. Kemudian dia datang lagi dengan memakai cincin 
besi. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, 
 ﻣَﺎ ﻟِﻰ ﺃَﺭَﻯ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺣِﻠْﻴَﺔَ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ

“Saya tidak ingin melihat perhiasan penduduk neraka.”

Orang inipun melemparkannya. Lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bahan apa yang saya
jadikan cincin?”

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 ﺍﺗَّﺨِﺬْﻩُ ﻣِﻦْ ﻭَﺭِﻕٍ ﻭَﻻَ ﺗُﺘِﻤَّﻪُ ﻣِﺜْﻘَﺎﻻً 

“Gunakanlah bahan perak untuk cincin, namun jangan sampai satu mitsqal.” (HR. Abu Daud (4225), Turmudzi (1897), dan Nasai (5212))

Jari Terlarang untuk Cincin Laki-Laki Makruh hukumnya memakai cincin di jari tengah (al wustha ) dan jari telunjuk (as sababah ). (Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim 14/71). 

Yang afdhal, memakai cincin di jari kelingking ( al khinshar ). Memakai di ibu jari ( ibham) dan jari manis ( al binshir ), boleh. (Ibnu Rajab, Ahkam Al Khawatim, hlm. 94).

Imam Nawawi membawakan judul bab dalam Syarh Shahih Muslim, “Larangan memakai cincin di jari tengah dan jari setelahnya. ”
Disebutkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib, ia berkata,

ﻧَﻬَﺎﻧِﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ- ﺃَﻥْ ﺃَﺗَﺨَﺘَّﻢَ ﻓِﻰ ﺇِﺻْﺒَﻌِﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺃَﻭْ ﻫَﺬِﻩِ . ﻗَﺎﻝَ ﻓَﺄَﻭْﻣَﺄَ 

ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻮُﺳْﻄَﻰ ﻭَﺍﻟَّﺘِﻰ ﺗَﻠِﻴﻬَﺎ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang padaku memakai cincin pada jari ini atau jari ini.” Ia berisyarat pada jari tengah dan jari setelahnya . (HR. Muslim no. 2095).

Imam Nawawi menyebutkan dalam riwayat lain selain Muslim disebutkan bahwa yang dimaksud adalah jari telunjuk dan jari tengah.
Imam Nawawi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan larangan memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah bagi laki-laki adalah makruh tanzih (bermakna: makruh, bukan haram). Lihat Syarh Shahih Muslim, 14: 65.

Imam Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya memakai cincin di jari tangan kanan atau pun di jari tangan kiri. Tidak ada disebut makruh di salah satu dari kedua tangan tersebut.
Para ulama cuma berselisih pendapat saja manakah di antara keduanya yang afdhal. Kebanyakan salaf memakainya di jari tangan kanan, kebanyakannya lagi di jari tangan kiri. Imam Malik sendiri menganjurkan memakai di jari tangan kiri, beliau memakruhkan tangan kanan. Sedangkan ulama Syafi’iyah yang shahih, jari tangan kanan lebih afdhal karena tujuannya adalah untuk berhias diri.
Tangan kanan ketika itu lebih mulia dan lebih tepat untuk berhias diri dan juga sebagai bentuk pemuliaan. Lihat Syarh Shahih Muslim, 14: 66.

Kesimpulannya, jari tangan yang terbaik untuk memakai cincin bagi laki-laki adalah jari kelingking pada tangan kiri. Adapun jari yang terlarang (makruh) dipakaikan cincin adalah  jari tengah dan jari telunjuk. Sedangkan jari manis, masih bisa dikenakan. Adapun untuk wanita, bebas memakai cincin di jari mana saja.
Wallahu a’lam .

Haram Dengan Emas

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada sebagian sahabat yang memakai cincin emas, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajaknya bicara, hingga orang ini melepaskan cincinnya. Kemudian orang ini memakai cincin besi, lalu beliau bersabda,

ﻫَﺬَﺍ ﺷَﺮٌّ، ﻫَﺬَﺍ ﺣِﻠْﻴَﺔُ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ



Ini lebih buruk, ini perhiasan penduduk neraka. Kemudian orang ini memakai cincin perak,
dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkomentar. (HR. Ahmad 6518 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauhth).

TENTANG BATU AKIK

Mengenai hadits yang menjelaskan keutamaan cincin akik, memang ada. Di antaranya hadits dari ‘A`isyah ra, bahwa Nabi SAW bersabda, ”Hendaklah kamu memakai cincin akik, karena sesungguhnya dia diberkahi.” (takhattamuu bil ‘aqiiq fa- innahu mubaarak) .” (HR Al Hakim & Al Baihaqi). Juga hadits dari Anas ra, bahwa Nabi SAW bersabda, ”Hendaklah kamu memakai cincin akik, karena sesungguhnya dia dapat menghilangkan kemiskinan.” (takhattamuu bil ‘aqiiq fa-innahu yanfiy al faqra ). (HR Imam Ibnu Rajab, dalam Ahkam Al Khawatim).

ﻋﻦ ﺃَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺎﻥَ ﺧَﺎﺗَﻢُ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦْ ﻭَﺭِﻕٍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓَﺼُّﻪُ 

ﺣَﺒَﺸِﻴًّﺎ – ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ

Menurut Imam Nawawi para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah batu yang berasal dari Habasyi. Artinya batu mata cincinya itu dari jenis batu merjan atau akik karena dihasilkan dari pertambangan batu di Habsyi dan Yaman. Pendapat lain mengatakan bahwa batu mata cincinya berwarna seperti warna kulit orang Habasyi, yaitu hitam. Sedangkan dalam Shahih al-Bukhari terdapat riwayat dari Hamin dari Anas bin Malik yang menyatakan mata cincinya itu terbuat dari perak. Dalam pandangan Ibnu ‘Abd al-Barr ini adalah yang paling sahih.

Dari sinilah kemudian lahir pendapat lainn yang mencoba untuk mempertemukan riwayat Imam Muslim dan Imam Bukhari. Menurut pendapat ini, baik riwayat yang terdapat dalam Shahih Muslim maupun Shahih al-Bukhari adalah sama-sama sahihnya. Maka menurut pendapat ini Rasulullah saw pada suatu waktu memakai cincin yang matanya terbuat dari perak, dan pada waktu lain memakai cincin yang matanya dari batu yang berasal dari Habsyi. Bahkan dalam riwayat lain menyatakan bahwa batu mata cincin beliau itu dari batu akik.

ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓَﺼُّﻪُ ﺣَﺒَﺸِﻴًّﺎ ‏) ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﻳَﻌْﻨِﻰ ﺣَﺠَﺮًﺍ ﺣَﺒَﺸِﻴًّﺎ ﺃَﻯْ ﻓَﺼًّﺎ ﻣِﻦْ ﺟَﺰْﻉٍ ﺃَﻭْ ﻋَﻘِﻴﻖٍ ﻓَﺈِﻥَّ 

ﻣَﻌْﺪِﻧَﻬُﻤَﺎ ﺑِﺎﻟْﺤَﺒَﺸَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻤَﻦِ ﻭِﻗِﻴﻞَ ﻟَﻮْﻧُﻪُ ﺣَﺒَﺸِﻰٌّ ﺃَﻯْ ﺃَﺳْﻮَﺩُ ﻭَﺟَﺎﺀَ ﻓِﻰ ﺻَﺤِﻴﺢِ ﺍﻟْﺒُﺨَﺎﺭِﻱِّ ﻣِﻦْ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔِ 

ﺣَﻤِﻴﺪٍ ﻋَﻦْ ﺃَﻧَﺲٍ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻓَﺼُّﻪُ ﻣِﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﺒَﺮِّ ﻫَﺬَﺍ ﺃَﺻَﺢُّ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﺻَﺤِﻴﺢٌ 

ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻟِﺮَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓِﻰ ﻭَﻗْﺖٍ ﺧَﺎﺗَﻢٌ ﻓَﺼُّﻪُ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻓِﻰ ﻭَﻗْﺖٍ ﺧَﺎﺗَﻢٌ ﻓَﺼُّﻪُ 

ﺣَﺒَﺸِﻰٌّ ﻭَﻓِﻰ ﺣَﺪِﻳﺚٍ ﺁﺧَﺮَ ﻓَﺼُّﻪُ ﻣِﻦْ ﻋَﻘِﻴﻖٍ




“(Dan mata cincinnya itu mata cincin Habasyi). Para ulama berkata maksudnya adalah batu Habasyi yaitu batu mata cincin dari jenis batu merjan atau akik. Karena keduanya dihasilkan dari penambangan batu yang ada Habsyi dan Yaman. Dan dikatakan (dalam pendapat lain) warnanya itu seperti kulit orang Habasyi yaitu hitam.

Begitu juga terdapat dalam Shahih al- Bukhari riwayat dari Hamid dan Anas bin Malik yang menyatakan bahwa mata cincinya itu dari perak. Menurut Ibnu Abd al-Barr ini adalah yang paling sahih. Sedangkan ulama lainnya mengatakann bahwa keduanya adalah sahih, dan Rasulullah saw pada suatu kesempatan memakai cincin yang matanya dari perak dan padan waktu lain memakain cincin yang matanya dari batu Habasyi. Sedang dalam riwayat lain dari akik.” (Muhyiddin Syarf an- Nawawi, al- Minhaj Syarh Shahih Muslim, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1392 H, juz, 14, h. 71)

Namun terdapat keterangan lain yang menyatakan bahwa apa yang dimaksudkan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah salah satu jenis batu zamrud yang terdapat di Habasyi yang berwarna hijau, dan berkhasiat menjernihakan mata dan menjelaskan pandangan”

ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﻔْﺮَﺩَﺍﺕِ ﻧَﻮْﻉٌ ﻣِﻦْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪَ ﺑِﺒِﻠَﺎﺩِ ﺍﻟْﺤَﺒْﺶِ ﻟَﻮْﻧُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻀْﺮَﺓِ ﻳُﻨَﻘِّﻲ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦَ ﻭَﻳَﺠْﻠُﻮ ﺍﻟْﺒَﺼَﺮَ

“Dan di dalam kitab al-Mufradat, (batu cincin yang berasal dari Habasyi) adalah salah satu jenis zamrud yang terdapat di Habasyi, warnanya hijau, bisa menjernihkan mata dan menerangkan pandangan” (Lihat Abdurrauf al-Munawi, Faidlul-Qadir , Bairut- Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1451 H/1994 M, juz, 5, h. 216) Lantas bagaimana hukum memakainya?

Menurut Imam Syafi’i hukum memakai batu mulia atau batu akik seperti batu yaqut, zamrud dan lainnya adalah mubah sepanjang tidak untuk berlebih-lebihan dan menyombongkan diri.

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ – ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟِﻠﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻟُﺒْﺲَ ﺍﻟﻠُّﺆْﻟُﺆِ ﺇﻟَّﺎ ﻟِﻠْﺄَﺩَﺏِ ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻣِﻦْ ﺯِﻱِّ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻟَﺎ ﻟِﻠﺘَّﺤْﺮِﻳﻢِ 

ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻩُ ﻟُﺒْﺲَ ﻳَﺎﻗُﻮﺕٍ ﺃَﻭْ ﺯَﺑَﺮْﺟَﺪٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟﺴَّﺮَﻑِ ﻭَﺍﻟْﺨُﻴَﻠَﺎﺀِ

“Imam Syafii berkata dalam kitab al-Umm, saya tidak memakruhan laki-laki memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika dan mutiara itu termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Dan saya tidak memakrukan (laki-laki, pent) memakai
yaqut atau zamrud kecuali jika berlebihan dan untuk menyombongkan (diri)”.
(Muhammad Idris asy-Syafi’i, al-Umm , Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 221)

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Dan saran
kami jangan pernah memakai batu cincin karena berniat menyombongkan diri dan takabbur. Bahkan bukan hanya batu cincin, tetapi semua yang kita kenakan juga.

Sumber: » Seputar Hukum Memakai Cincin Dan Batu Akik http://www.nugarislurus.com/2015/05/seputar-hukum-memakai-cincin-dan-batu-akik.html#ixzz3bIbmVVLv

Tidak ada komentar:

Pengunjung

Free counters!