Berdalih rahmatan lil’alamin, tawassuth (moderat), tawazun (keseimbangan), I’tidal (jalan tengah) dan tasamuh
(toleran), Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, membiarkan warganya
beragama dengan akidah yang menggoyahkan. Alih-alih jalan tengah, justru
membuat akidah warga NU bercampur dengan kebatilan, bahkan kemusyrikan.
Dikatakan Said Aqil, Dengan kata lain, memeluk agama Islam adalah
berarti “ber-Islam”, dan bukan memutlakkan Islam sebagai satu-satunya
nama agama. Tidak mustahil, seseorang mengaku secara formal sebagai
pemeluk agama Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Khonghucu ataupun lainnya,
namun pada hakekatnya ia “ber-Islam”. Sekali-kali, Allah tidaklah
menuntut manusia untuk memeluk Islam secara formal, atau mengikrarkan
syahadat, tetapi justru hatinya bertolak belakang dengan pengakuan
lisannya itu. (hal 158).
Bicara soal Tuhan, Said Aqil menyatakan, agama manapun di muka
bumi, pasti meyakini dan mengimani adanya Zat Mahakuasa yang menciptakan
alam semesta dan seisinya. Perbedaan penyebutan nama Tuhan, apakah itu
Allah, Sang Hyang Widi, Dewa, Thian ataupun lainnya, bukanlah penghalang
bagi keimanan seseorang. Substansi Tuhan, sungguh pun disebut dengan
beribu-ribu nama, hakikatnya satu, yaitu Zat Pencipta alam semesta dan
seisinya, yang mengatur roda kehidupan segala makhluk di dunia hingga di
akhirat kelak.” (hal 263).
“Tuhan pun tidak akan marah seandainya tidak dipanggil Allah,
seperti halnya orang Jawa yang memanggil “Pangeran” atau “Gusti Allah”.
Semua symbol dan realitas lahiriah bukanlah tujuan beribadah dan
beragama. Terminal akhir dalam beragama dan beribadah adalah komitmen
seseorang untuk menghambakan diri kepada Tuhan. Tidak sedikit orang yang
mengatasnamakan agama, tapi hakikatnya justru mentuhankan diriny dan
melalaikan Allah.” (hal 310)
Menurut Said, umat beriman, bukanlah monopoli segolongan
komunitas penganut agama tertentu saja. Semua orang yang tak mengingkari
eksistensi Tuhan tercakup dalam bingkai “umat beriman” . Komunitas yang
berada di luar pagar umat beriman – meminjam istilah theologi Islam –
akan disebut gologan musyrik, munafiq, dan kafir… (hal 263).
Said juga menegaskan, aliran kepercayaan –Pangestu, sejauh yang ia
ketahui, memiliki beberapa kesamaan pandangan dengan Islam, dan dengan
agama-agama lainnya. (hal 297). Sebuah toleransi yang kebablasan menurut
otak Kiai NU yang satu ini.
Ukhuwah Islamiyah Eksklusif?
Kata Said, Allah sebagai Rabbul ‘alamin, penguasa alam semesta dan
seisinya mengajarkan umat-Nya untuk menjadi umat yang inklusif, toleran
dan terbuka. Distorsi lainnya adalah ketika ia lebih suka menggunakan
istilah persaudaraan seiman, ketimbang ukhuwah Islamiyah. (hal 310).
Bahkan kata Said Aqil, Al Qur’an sekalipun tidak menyinggung soal menganjurkan ukhuwah Islamiyah. Justru yang ditekankan adalah persaudaraan seiman.” Ia mengutip QS. Al Hujurat:10
Said menyebut kata ukhuwah Islamiyah cenderung eksklusif. “Oleh
karena itu, patut dipertanyakan seandainya ada sebagian umat Islam saat
ini yang mengembangkan visi eksklusif ukhuwah Islamiyah ini, sehingga
bisa mengganggu semangat kerukunan dan interaksu harmonis diantara umat
beragama…” (hal 310). Said bahkan menyebut kata ukhuwah Islamiyah
sebagai “benturan teologi” antar umat beragama. Benturan itu
ujung-ujungnya, kata Said, hanyalah soal perut, politik, atau
kepentingan sectarian masing-masing pemeluk agama. (Hal 310).
Perbedaan diantara agama-agama yang ada sebenarnya, lanjut Said,
merupakan kehendak Tuhan. Ini seharusnya dijadikan sebagai potensi untuk
menciptakan sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi budaya toleransi. “….Keragaman formal dan nama agama-agama di dunia ini tak luput dari “rekayasa” Tuhan bagi kemaslahatan umat manusia.” (hal 311).Dalam bukunya, Said juga meyakini Alkitab Perjanjian Baru untuk menjadi kutipan.
Atas nama pendekatan tasawuf, Said mengklaim, aspek pluralism
bisa digali melalui dialog spiritual yang digunakan sebagai paradigm
pelibatan yang intens di antara berbagai komunitas penganut agama. Yang
dimaksud adalah forum lintas agama di sejulah daerah. (Hal 313 )
Masya Allah!! Semakin jelaslah, siapa yang memimpin warga NU saat ini dengan pemikiran sekuler dan liberalnya. Voa-Islam/Salamalaika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar